Bagi mereka yang paham terhadap seni dari Jepang, pasti tahu tentang batu suiseki. Bagi masyarakat umum, suiseki mungkin masih terdengar aneh di telinga masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat Semenanjung Korea, Jepang, dan Taiwan, seni batu ini hadir dengan berbagai nama.
Di Korea, suiseki disebut Su-Seok, yang artinya ‘batu berumur tua'. Di China, batu-batu ini akrab dipanggil shangshe,yang artinya ‘batu-batu indah'. Di Jepang sendiri disebut suiseki, yang artinya ‘batu air'. Meski mempunyai banyak panggilan, pengertiannya tetap sama, yakni batuan bernilai seni tinggi yang tercipta secara alamiah akibat proses alam yang berhubungan dengan air. Selintas batuan suiseki terlihat biasa saja. Namun, jika diperhatikan secara seksama, batuan itu bisa berbentuk menyerupai sesuatu, seperti bentuk binatang, atau bentuk alam seperti gunung, tebing, dan sejenisnya.
Seni ini muncul kira-kira 1.500 tahun lalu, sekitar tahun 618 sampai 907. Waktu itu, masanya kerajaan Dinasti Tan dan Sung. Di negeri Tiongkok itu, suiseki lahir dengan sebutan Shang-Sek atau Yah-Sek. Artinya, batu yang dapat dinikmati keindahannya dalam jenis dan arti yang lebih luas. Nama suiseki berasal dari akar kata Sui-Sek dalam bahasa Cina, yang berarti batu air.
Konon, sekitar 3.000 tahun yang lalu alkisah ada seorang rakyat biasa negeri Song menemukan sepotong batu. Karena percaya itu sangat bernilai maka batu tersebut disimpan baik-baik. Tamu-tamu yang berkunjung mengamati batu tersebut dan mulai menyenanginya. Pada awal Dinasti Shang (20 abad S.M) kegemaran terhadap seni batu mulai memasyarakat dan populer.
Nah, karena batu-batu tersebut sangat bernilai, maka sebenarnya sangat layak untuk dijadikan satu peluang usaha. Kuncinya adalah memahami seni suiseki dan punya jiwa petualang. Untuk mendapatkan jenis batu suiseki, tidaklah sulit. Bagi penggemar suiseki, Indonesia justru adalah surganya. Iklim tropis dan kondisi alam yang memungkinkan batu-batu indah ini mudah ditemukan. Jadi, jangan heran kalau suiseki di Indonesia tidak kalah menarik dibanding suiseki dari Korea, Jepang, atau Taiwan. Namun mencari batu-batu yang memiliki bentuk seni tinggi butuh suatu ketelatenan dan jiwa petualang yang tinggi. Biasanya batuan seperti itu banyak ditemukan di alam terbuka dan daerah-daerah yang dekat dengan aliran sungai.
Untuk daerah yang cukup kaya akan batu suiseki, Sumatera Barat merupakan ladang emas suiseki. Mulai Sungai Ombilin, Batanghari, Sijunjung, Sawah Lunto sampai sungai di Payakumbuh, merupakan tempat paling kaya akan batu suiseki. Namun tidak hanya di Sumatera Barat, di daerah lain pun sebenarnya kalau kita paham dan sering mengeksplor wilayah-wilayah lain, mungkin saja kita bisa menemukan ladang emas sendiri.
Soal harga, tentu sangat ditentukan oleh nilai artistik dari batu tersebut. Untuk itu sebenarnya diperlukan pemahaman tentang seni suiseki itu sendiri. Terkadang penilaian subyektif lebih banyak bermain di sini. Namun, tetap saja ada aturan dan patokan dari nilai suiseki ini, seperti salah satunya adalah originalitas batu tersebut. Selain itu harus dipastikan bahwa bentuk dari batu tersebut dibentuk oleh alam, bukan oleh tangan manusia.
Prospek bisnis ini sebenarnya cukup menjanjikan, apalagi skalanya bisa pada tingkat ekspor. Para pecinta suiseki di luar negeri menyukai hasil batu alam yang dihasilkan Indonesia. Namun karena kurangnya para pengusaha batu alam ini, permintaan dari luar negeri seringkali tidak bisa dipenuhi.
Anda tertarik mencobanya?
Sumber:
http://www.seputar-indonesia.com/,
http://www.sinarharapan.co.id/Sumber foto:
www.artlex.com